PALEMBANG, MINGGU - Sejak tiga bulan terakhir ini publik
Palembang berhasil dicuri perhatiannya oleh sekelompok orang dewasa dengan gaya
pakaian nyentrik bergaya Belanda dan tradisonal Jawa lengkap dengan blangkon
dan kaca mata hitam bahkan ada yang mengenakan seragam petani dengan topi
sawahnya. Mereka keliling kota dengan sepeda tua antik atau disebut ontel.
Terkadang komunitas ini, sengaja parkir di seputaran Kambang
Iwak untuk rehat. Ya, mereka adalah komunitas Sepeda Ontel Plaju (SOP) yang
anggota hingga saat ini 100 persen adalah pegawai PT Pertamina (Persero) Unit
Pengolahan (UP) II Plaju dan pensiunan. Soeyadi (52) adalah pendiri SOP bersama
dr Donny Soewoyo. Hampir setiap minggu, SOP berwisata keliling Palembang dan
mengampanyekan"Palembang Bebas Polusi". Bahkan Hari Jumat, bagi
komunitas ini merupakan hari wajib pergi ke kantor dengan sepeda (bike to work).
Lebih-lebih, Minggu (26/4) sepeda ontel ini masuk Istana Gubernur Griya Agung
di Jl Demang Lebar daun bahkan disambut Gubernur Ir Alex Noerdin SH bersamaan
dengan Komunitas Pekerja bersepeda Palembang. Alex Noerdin pun menyatakan
ketertarikannya untuk bergabung di SOP.
"Saya akan cari sepeda tua, mungkin ada di
Yogjakarta," kata Alex.
Kepada Sripo, Soeyadi menceritakan awal mula ia mendirikan
SOP. Usai lebaran Idul Adha 2008, ia mencari keluarganya yang ikut program
transmigrasi (program kolonial) di Lampung. Kendati dengan susah payah,
akhirnya ia bertemu dan melihat sepeda ontel masih digunakan oleh penduduk Desa
Sekampung. Lantaran Pertamina dahulunya dimiliki Belanda dan Inggris, maka
terpikir olehnya untuk mencari sepeda yang biasa digunakan pegawai Pertamina
saat masih bekerja dahulu. "Saya bersama dokter Donny. Mencari dan
berhasil menghimpun teman- teman dan pensiunan baik pria maupun wanita untuk
memertahankan keberadaan sepeda Ontel. "Alhamdulillah, teman-teman di
Plaju sepakat," ceritanya.
Pertualangan mencari sepeda ontel dilakukan, kebanyakan
sudah tua dan tinggal batangannya saja sehingga peralatan dan askesorisnya
dicari di Lampung dan Jakarta. "Kami punya teknisi sendiri, yang dahulunya
karyawan Pertamina sejak zaman Belanda. Kita rekrut, yang kebetulan memikiki
sepeda Ontel," kata Soeyadi.
Kini anggota komunitas ini bersejumlah 100 orang dengan
jenis sepeda produksi Jerman (HT), Inggris (BSA, Raleigh), Rusia (sparta),
Belanda (Hartog, Fohger). Jenis-jenis sepeda ini diperoduksi di bawah tahuan
1950-an.
"Dulu, pekerja di Pertamina menggunakan sepeda. Pasti
banyak sepeda-sepeda tua. Kami akan cari terus dan ajak pemiliknya untuk
bergabung di SOP," katanya.
Keberhasilan Soeyadi menghimpun Sepeda Ontel ini sangat
dikagumi anggota lainnya sehingga di kalangan komunitas ini Soeyadi dipanggil
Pade (Sepeda gede) dengan yel-yel khas dalam komunitas ini
"Roso-roso...yes".
Donny Soewoyo yang tidak lain Kepala RS Pertamina Plaju ini
menyatakan senang bisa ikut bergabung dengan Komunitas SOP karena baginya
semangat SOP untuk mempertahankan agar udara bersih dan langit bebas polusi.
"Semua ini baik untuk kesehatan. Mengayuh sepeda di
pagi hari baik untuk kesehatan dan jantung," kata Donny.
ARTIKEL ONTEL LAINNYA - DI KOMPAS
SUMBER : cetak-kompas.com
Sabtu, 2 Mei 2009 | 04:09 WIB
Sepeda ontel atau di beberapa daerah disebut sepeda kumbang
masih populer hingga saat ini meskipun sepeda tersebut diproduksi puluhan tahun
lalu. Penggemar sepeda ontel di Palembang juga cukup banyak dan rajin
mengadakan kegiatan atau sekadar kumpul-kumpul.
Menurut Ketua Sepeda Onthel Pertamina (SOP) Suyadi (52),
Jumat (1/5), Palembang menyimpan banyak sepeda ontel karena sejak lama sepeda
digunakan sebagai sarana transportasi karyawan Pertamina.
Menurut dia, sebagian besar sepeda ontel yang digunakan
karyawan Pertamina adalah produksi sebelum tahun 1957. Berbagai merek sepeda
ontel buatan Inggris, Jerman, Belanda, maupun India, seperti Gazelle, Hortog,
Raleigh, Hercules, Mister, Humber, Rambler, dan Phillips, masih dapat ditemui.
”Total ada lebih dari 13 merek sepeda ontel di Palembang.
Merek Gazelle adalah yang paling eksklusif. Dulu sepeda Gazelle hanya digunakan
karyawan setingkat manajer,” kata Suyadi.
Ia menuturkan, hobi mengoleksi sepeda ontel baru secara
serius dilakoninya awal 2009. Namun, Suyadi berhasil mendapatkan 38 sepeda
ontel.
Ia mengungkapkan, sepeda- sepeda ontel itu diperolehnya
dengan cara membeli maupun barter. Harganya bervariasi mulai dari Rp 300.000
sampai Rp 1,5 juta. Namun, biasanya Suyadi memperoleh sepeda ontel itu dalam
kondisi kurang terawat sehingga harus diperbaiki.
Sepeda santai
Donny Soeswoyo (52) juga salah satu penggemar sepeda ontel
mengatakan, bagi orang yang sudah berusia lanjut lebih cocok mengendarai sepeda
ontel. Alasannya, sepeda ontel membuat pengendaranya duduk tegak, sedangkan
sepeda model baru membuat punggung membungkuk.
Menurut dia, sepeda ontel juga ringan digenjot dan cocok
dikendarai pelan-pelan sambil bersantai. Harganya juga relatif murah. ”Sepeda
model mountain bike hanya cocok untuk anak muda,” katanya.
Donny menambahkan, sulit menemukan ontel dalam kondisi masih
baik. Penggemar ontel harus mencari bagian sepeda satu per satu lalu
merangkainya. ”Yang paling penting adalah kerangka sepedanya. Kerangka itu
harus masih ada mereknya,” katanya. (WAD)
Weits!!
BalasHapusSalut dech bwat my uncle....
kembangkan terus dech kebudayaan daerah qt....